Bentuk Komunikasi yang Menguatakan Jiwa Anak
Oleh : Ahmad Tri Sofyan
Anak merupakan aset yang sangat berharga bagi orang tua. Karena begitu berharganya maka orang tua harus menjaga, merawat dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Saat orang tua gagal merawat “aset” yang dimiliki ini maka yang rugi adalah orang tuanya sendiri. Sebaliknya, saat orang tua berhasil merawat “aset” yang dimiliki maka keuntunganlah yang akan diperolehnya. Anak merupakan aset yang bisa menjadi investasi orang tuanya baik di dunia maupun di akhirat.
Yang menjadi
pertanyaan adalah bagaimana cara merawat anak agar bisa menjadi investasi yang
menguntungkan? Jawabannya yaitu dengan menguatkan jiwa anak. Jiwa yang kuat
sangat dibutuhkan dalam kehidupan ini. Dengan memiliki jiwa yang kuat maka anak
akan bisa mengelola emosinya dengan baik, bisa menghadapi persoalan dengan
baik, tidak mudah marah dan menyalahkan orang lain atau lingkungan sekitar
serta bisa menghindari hal-hal negatif lainnya.
Pertanyaan
berikutnya yaitu bagaimana cara yang bisa ditempuh agar anak memiliki jiwa yang
kuat? Untuk membentuk anak yang memiliki jiwa yang kuat maka orang tua bisa
melakukannya dengan cara menerapkan bentuk komunikasi yang baik dengan anak.
Islam mengajarkan untuk selalu berkata baik dan benar. Dalam bahasa agama hal
ini dinamakan qaulan sadidan. Pernyataan ini juga sejalan dengan firman
Allah dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 9.
“Dan hendaklah
takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar” (Q.S An Nisa:9)
Apakah yang
dimaksud dengan qaulan sadidan? Menurut Mohammad Fauzil Adhim –penulis
buku-buku parenting- yang dimaksud dengan qaulan sadidan yaitu berkata
jujur, benar, dan tidak mengelabui.
Dalam
masyarakat lingkungan tempat saya tinggal, tidak jarang saya temui para orang
tua yang dengan mudahnya membohongi dan mengelabui anak. Hal ini terjadi
terutama ketika anak mulai menunjukkan perilaku rewel atau mau ikut orang tua
pergi ke suatu tempat dimana sebetulnya orang tua tidak mau mengajak anak.
Biasanya jurus yang dipakai yaitu dengan berjanji akan membelikan sesuatu tapi
kemudian tidak dibelikan. Contoh lainnya yaitu saat ada anak yang tidak mau
memakai pakaian setelah selesai mandi kemudian orang tua mengelabuinya dengan
cara mengatakan “ayo segera dipakai pakaiannya, kamu sudah ditunggu temanmu di
luar” padahal sebetulnya tidak ada yang nunggu.
Barangkali
orang tua yang seperti itu karena belum tahu ilmunya dan belum mengetahui
akibat buruk yang ditimbulkan dari cara mendidik anak dengan berbohong dan
mengelabui. Padahal, bentuk komunikasi yang sepeti ini (sering mengelabui dan
berbohong) kepada anak merupakan awal mula anak belajar tidak percaya pada
orang tua. Kalau sudah tidak dipercaya oleh anak, tentu kita sebagai orang tua
yang akan repot bukan?
Sebagai orang yang sudah mengetahui ilmunya,
maka saya selalu berusaha untuk mendidik anak dengan qaulan sadidan. Dengan
berkata jujur, benar, dan tidak mengelabui anak maka akan menjadikan kita
sebagai orang tua terhindar dari “kerepotan-kerepoatan” di masa yang akan
datang.
komunikasi dengan anak|komunikasi efektif|komunikasi yang baik|komunikasi sesuai Islam dengan anak|komunikasi ayah dan anak|komunikasi orang tua dengan anak|komunikasi yang menguatkan jiwa|komunikasi yang membentuk karakter baik