Kamis, 01 Juni 2017

BENTUK KOMUNIKASI YANG BISA MENGUATKAN JIWA ANAK


Bentuk Komunikasi yang Menguatakan Jiwa Anak


Oleh : Ahmad Tri Sofyan

Anak merupakan aset yang sangat berharga bagi orang tua. Karena begitu berharganya maka orang tua harus menjaga, merawat dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Saat orang tua gagal merawat “aset” yang dimiliki ini maka yang rugi adalah orang tuanya sendiri. Sebaliknya, saat orang tua berhasil merawat “aset” yang dimiliki maka keuntunganlah yang akan diperolehnya. Anak merupakan aset yang bisa menjadi investasi orang tuanya baik di dunia maupun di akhirat.

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara merawat anak agar bisa menjadi investasi yang menguntungkan? Jawabannya yaitu dengan menguatkan jiwa anak. Jiwa yang kuat sangat dibutuhkan dalam kehidupan ini. Dengan memiliki jiwa yang kuat maka anak akan bisa mengelola emosinya dengan baik, bisa menghadapi persoalan dengan baik, tidak mudah marah dan menyalahkan orang lain atau lingkungan sekitar serta bisa menghindari hal-hal negatif lainnya.

Pertanyaan berikutnya yaitu bagaimana cara yang bisa ditempuh agar anak memiliki jiwa yang kuat? Untuk membentuk anak yang memiliki jiwa yang kuat maka orang tua bisa melakukannya dengan cara menerapkan bentuk komunikasi yang baik dengan anak. Islam mengajarkan untuk selalu berkata baik dan benar. Dalam bahasa agama hal ini dinamakan qaulan sadidan. Pernyataan ini juga sejalan dengan firman Allah dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 9.
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (Q.S An Nisa:9)
Apakah yang dimaksud dengan qaulan sadidan? Menurut Mohammad Fauzil Adhim –penulis buku-buku parenting- yang dimaksud dengan qaulan sadidan yaitu berkata jujur, benar, dan tidak mengelabui.

Dalam masyarakat lingkungan tempat saya tinggal, tidak jarang saya temui para orang tua yang dengan mudahnya membohongi dan mengelabui anak. Hal ini terjadi terutama ketika anak mulai menunjukkan perilaku rewel atau mau ikut orang tua pergi ke suatu tempat dimana sebetulnya orang tua tidak mau mengajak anak. Biasanya jurus yang dipakai yaitu dengan berjanji akan membelikan sesuatu tapi kemudian tidak dibelikan. Contoh lainnya yaitu saat ada anak yang tidak mau memakai pakaian setelah selesai mandi kemudian orang tua mengelabuinya dengan cara mengatakan “ayo segera dipakai pakaiannya, kamu sudah ditunggu temanmu di luar” padahal sebetulnya tidak ada yang nunggu.

Barangkali orang tua yang seperti itu karena belum tahu ilmunya dan belum mengetahui akibat buruk yang ditimbulkan dari cara mendidik anak dengan berbohong dan mengelabui. Padahal, bentuk komunikasi yang sepeti ini (sering mengelabui dan berbohong) kepada anak merupakan awal mula anak belajar tidak percaya pada orang tua. Kalau sudah tidak dipercaya oleh anak, tentu kita sebagai orang tua yang akan repot bukan?

Sebagai orang yang sudah mengetahui ilmunya, maka saya selalu berusaha untuk mendidik anak dengan qaulan sadidan. Dengan berkata jujur, benar, dan tidak mengelabui anak maka akan menjadikan kita sebagai orang tua terhindar dari “kerepotan-kerepoatan” di masa yang akan datang.


komunikasi dengan anak|komunikasi efektif|komunikasi yang baik|komunikasi sesuai Islam dengan anak|komunikasi ayah dan anak|komunikasi orang tua dengan anak|komunikasi yang menguatkan jiwa|komunikasi yang membentuk karakter baik
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner